Powered By Blogger

Friday, 14 December 2018

Dimensi Mistik Musik dan Bunyi (Hazrat Inayat Khan, Bagian I)

Musik
Mengapa seni musik disebut sebagai seni surgawi, sementara seni yang lain tidak disebut begitu? Yang jelas, kita melihat Tuhan dalam semua jenis kesenian dan ilmu pengetahuan. Namun, hanya dalam musik saja kita melihat Tuhan bebas dari segala bentuk pemikiran. Dalam tiap kesenian yang lain terdapat pengidolaan. Setiap pemikiran, setiap kata, memiliki bentuknya. Suara saja, ia tidak terikat oleh bentuk. Setiap kata dalam puisi membentuk sebuah gambar dalam pikiran kita. Suara saja, ia tidak menjadikan objek apapun muncul di depan kita.

Musik, kata yang kita gunakan dalam bahasa kita sehari-hari, tak lebih kecil dari gambaran Sang Kekasih. Karena musik adalah gambaran Sang Kekasih, maka kita mencintainya. Namun pertanyaannya adalah, apakah Kekasih kita itu? Atau, di mana Kekasih kita? Kekasih adalah sesuatu yang menjadi sumber dan tujuan kita. Apa yang kita lihat dari Kekasih di depan mata ragawi kita adalah keindahan yang tidak berujud dalam mata kita adalah bentuk batiniah dari keindahan yang diwahyukan Sang Kekasih kepada kita. Andai kita mau mendengar suara segala keindahan yang menarik bagi kita dalam bentuk apapun, kita akan mengetahui bahwa dalam setiap aspek ia memberitahu kita tentang satu hal: di balik semua manifestasi bersemayam Roh yang sempurna, Roh kebijaksanaan.

Apa yang kita anggap sebagai ekspresi utama kehidupan dalam keindahan yang tampak? Gerakan. Dalam baris, warna, perubahan, naik turunnya gelombang, angin, badai, pokonya dalam segala keindahan alam, terdapat gerakan yang konstan. Gerakan ini telah member kita pemahaman tentang apa yang kita sebut waktu. Yang sebaliknya adalah ketiadaan waktu—karena inilah keabadian. Inilah yang mengajari kita, bahwa segala yang kita cinta, puja, sembah dan pahami, adalah kehidupan yang tersembunyi di balik itu, dan bahwa kehidupan ini adalah keberadaan kita. Karena keterbatasan kita, maka kita tidak bisa melihat seluruh Diri Tuhan. Namun, segala hal yang kita cintai di dalam warna, baris dan bentuk, atau kepribadian –segala yang kita cintai—adalah milik dari Keindahan sejati yang merupakan Kekasih semua makhluk.

Ketka kita menelusuri sesuatu yang menarik bagi kita di dalam keindahan ini, yang kita lihat dalam semua bentuk, kita akan mengetahui, bahwa ini adalah gerakan keindahan; musik. Segala bentuk sifat, bunga-bunga yang dibentuk dan diwarnai begitu sempurna, planet, bintang, bumi, semuanya memberikan gagasan tentang keselarasan, tentang musik. Seluruh alam bernapas. Bukan hanya makhluk hidup, tapi segala isi alam. Tendensi kita adalah membandingkan sesuatu yang tampak lebih hidup dengan hal lain yang tampak tidak begitu hidup. Ini membuat kita lupa, bahwa segala benda dan makhluk menjalani kehidupan yang sempurna. Dan tanda dari kehidupan yang diberikan oleh keindahan yang hidup ini adalah musik

Apa yang membentuk jiwa dari tarian puisi? Musik. Apa yang menjadikan sang pelukis mengguratkan gambar yang indah, pemusik menyanyikan lagu-lagu indah? Ilham, sesuatu yang diberikan oleh keindahan. Sufi menyebut keindahan sebagai Saqi, sang Pemberi surgawi, yang member anggur kehidupan bagi semua makhluk. Apakah anggur Sufi itu? Segala keindahan: dalam bentuk garis dan warna, imajinasi, rasa juga tata cara –dalam semua ini Sufi melihat suatu keindahan. Semua bentuk yang beragam ini adalah bagian dari Roh keindahan yang meninggalkan kehidupan, yang selalu menjadi berkah.

Tentang apa yang kita sebut musik dalam bahasa sehari-hari, bagi saya, arsitektur adalah musik, taman adalah musik, pertanian adalah musik, lukisan adalah musik, puisi adalah musik. Dan semua kesibukan hidup di mana keindahan adalah inspirasi, dimana anggur surgawi telah dituangkan, terdapat musik. Namun di antara beragam kesenian, kesenian musik, terutama, dianggap surgawi. Karena, ia adalah miniatur yang pasti dan hukum yang bekerja melalui seluruh alam semesta.

Sebagai contoh, bila kita meneliti diri sendiri, kita harus menemukan bahwa denyut nadi dan jantung, hembusan dan hirupan napas, semuanya adalah pekerjaan ritmis. Kehidupan bergantung pada kerja ritmis dari seluruh mekanisme kehidupan. Napas terwujud dalam suara, kata dan bunyi. Suara terus menerus bisa didengar, suara lahiriah dan suara batiniah. Itulah musik. Ini menunjukkan bahwa ada musik di luar dan di dalam diri kita.

Musik tak hanya mengilhami jiwa pemusik besar. Setiap bayi, segera setelah ia dilahirkan ke dunia, mulai menggerakkan lengan dan kaki kecilnya dengan ritme musik. Karena itu, tidak berlebihan jika kita mengatakan bahwa musik adalah bahasa keindahan, bahasa dari Sesuatu yang dicintai oleh setiap jiwa yang hidup. Dan kita bisa mengerti bahwa, bila kita menyadari dan mengakui kesempurnaan semua keindahan ini sebagai Tuhan, Kekasih kita, maka wajar bila musik ini, yang kita lihat dalam kesenian dan dalam seluruh alam semesta, harus disebut sebagai Kesenian Tuhan.

Banyak orang di dunia yang menganggap musik sebagai sumber kesenangan, sebuah masa lalu; bagi banyak orang musik adalah sebuah kesenian, dan seorang pemusik adalah penghibur. Namun tidak ada seorangpun yang hidup di dunia ini, yang berpikir dan merasa, yang tidak menganggap musik sebagai sesuatu yang paling sakral dari segala bentuk kesenian. Karena, faktanya adalah, bahwa sesuatu yang tidak bisa dinyatakan oleh seni lukis, akan dijelaskan oleh penyair melalui kata-kata. Namun bila seorang penyair mengalami kesulitan menyatakannya dalam bentuk puisi, maka akan diekspresikan lewat musik.

Dengan ini saya tidak hanya bermaksud mengatakan bahwa musik lebih unggul disbanding seni lukis dan puisi: dalam kenyataannya musik melampaui agama, karena musik memunculkan jiwa manusia bahkan lebih tinggi dibandingkan apa yang disebut ‘bentuk eksternal agama.’ Namun tidak boleh kemudian dipahami bahwa musik bisa menggantikan tempat agama, karena setiap jiwa tidak selalu terpancing pada titian nada tertentu, dimana ia benar-benar bisa mendapatkan manfaat dari musik. Setiap musik juga tidak selalu punya pengaruh setinggi itu, sehingga ia bisa merengkuh seseorang yang mendengarnya lebih dari agama. Namun, bagi mereka yang mengikuti jalur kultus batiniah, musik adalah  paling penting untuk perkembangan spiritual. Alasannya adalah, bahwa jiwa yang mengejar kebenaran itu, mencari Tuhan yang tak berbentuk. Kesenian[1], jelas merupakan sesuatu yang luhur. Tetapi ia memiliki bentuk; puisi memiliki, kata-kata, nama-nama, yang semuanya menunjukkan bentuk; hanya musik yang memiliki keindahan, kekuatan, daya tarik dan sekaligus bisa memunculkan jiwa tanpa bentuk.

Karena alasan inilah, pada masa-masa kuno, para nabi besar adalah pemusik yang hebat. Sebagai contoh, dalam kehidupan nabi Hindu, ada tokoh Narada, nabi besar yang sekaligus pemusik hebat. Juga Siwa, seorang nabi mirip dewa yang merupakan penemu vina yang keramat. Krisna selalu digambarkan dengan sebuah seruling. Ada sebuah legenda terkenal tentang kehidupan Musa, yang mengisahkan bagaimana ia mendengar perintah Tuhan di Gunung Sinai dengan kata-kata: ‘Musa ke!’ –Musa mendengar, atau, Musa merenungkan—dan wahyu yang diturunkan kepadanya adalah nada dan irama. Ia menyebutnya dengan nama yang sama: musake. Kata-kata seperti ‘music’ atau ‘musik’ muncul dari kata itu.**

Daud, yang lagu dan suaranya dikenal selama berabad-abad, memberikan pesannya kepada dunia dalam bentuk musik. Orpheus dalam legenda Yunani, yang menyingkap misteri dari nada dan ritme, telah melalui kekuatan pengetahuan terhadap kekuatan alam yang tersembunyi. Dewi Pembelajaran atau Dewi pengetahuan dalam Hindu, yang namanya adalah Saraswati, selalu digambarkan dengan vina. Apakah yang hendak disampaikan? Ini menyatakan bahwa semua pembelajaran memiliki intisarinya dalam musik.

Di samping daya tarik alami, musik memiliki daya magis, suatu kekuatan yang bisa dialami bahkan hingga sekarang. Tampaknya ras manusia telah kehilangan banyak sekali ilmu sihir zaman purba. Namun kalaupun masih ada ilmu sihir, maka itulah musik.

Musik, disamping merupakan kekuatan, juga sesuatu yang memabukkan. Ketika ia membuat mabuk kepayang orang-orang yang mendengarnya. Beberapa banyak lagi kadar yang ia suntikkan pada mereka yang memainkan atau menyanyikannya! Dan beberapa banyak lagi yang disebarkan pada mereka yang menyentuh kesempurnaan musik, dan mereka yang telah merenungkannya selama bertahun-tahun! Musik member mereka kesenangan dan kemuliaan yang lebih besar daripada yang dirasakan oleh raja saat duduk di atas singgasananya.

Menurut para pemikir Timur, terdapat empat perkara yang memabukkan. Pertama, mabuk kecantikan, masa muda dan kekuatan. Kedua, mabuk kekayaan. Ketiga, mabuk kewenangan, perintah, kekuatan untuk memerintah dan menguasai. Dan yang keempat adalah mabuk belajar, mabuk ilmu pengetahuan. Namun, keempat hal yang memabukkan ini musnah seperti bintang di hadapan matahari karena adanya mabuk musik. Alasannya, karena musik menyentuh bagian terdalam dari diri manusia. Musik mencapai lebih jauh dari kesan lain yang bisa digapai oleh dunia luar. Keindahan musik adalah, bahwa ia adalah sumber ciptaan sekaligus sarana untuk menyerapnya. Dengan kata lain, dengan musik dunia diciptakan dan, lagi-lagi, melalui musik pula dunia ditarik ke dalam sumber yang telah menciptakannya.

Untuk mendukung hal ini, anda bisa membaca dalam Injil, bahwa pertama adalah kata, dan kata adalah Tuhan. Kata bermakna suara, dan dari suara Anda bisa mengerti gagasan tentang musik. Ada sebuah legenda Timur yang sudah berusia ratusan tahun, bahwa ketika Tuhan memerintahkan malaikat untuk bernyanyi, dan ketika para malaikat bernyanyi, masuklah ruh itu ke dalam tubuh manusia, karena dimabukkan oleh lagu para malaikat itu.

Dalam dunia ilmiah dan kebendaan, kita juga lemihat contoh seperti itu. Sebelum sebuah mesin –suatu mekanisme—mau hidup, terlebih dahulu ia membuat kebisingan. Pertama-tama ia terdengar, kemudian ia menunjukkan kehidupannya. Kita bisa melihatnya pada sebuah kapal, pesawat, mobil. Gagasan ini adalah bagian dari mistisisme bunyi.

Sebelum seorang bayi mau mengenal warna atau bentuk, ia menikmati bunyi. Bila ada bentuk kesenian yang bisa mengisi masa muda Anda dengan kehidupan dan antusiasme, emosi dan gairah, itulah musik. Bila ada kesenian dimana seorang manusia bisa sepenuhnya mengekspresikan perasaannya, emosinya, musiklah yang paling cocok. Pada saat yang sama, musik adalah sesuatu yang member manusia kekuatan dan tenaga untuk melakukan aktivitas, yang menjadikan serdadu berbaris mengikuti hentakan drum dan suara terompet.

Dalam tradisi masa lalu, konon Kiamat (akhir dunia) ditandai dengan bunyi terompet. Ini menunjukkan bahwa musik dikaitkan dengan awal penciptaan, dengan kesinambungannya dan dengan akhirnya. Para ahli kebatinan dari berbagai zaman, mereka paling mencintai musik. Di hampir semua kalangan kultus kebatinan, di bagian dunia manapun mereka berada, musik seolah menjadi pusat kultus atau upacara ritual mereka. Mereka yang mencapai kedamaian sempurna yang disebut nirvana, atau dalam bahasa Hindu: Samadhi, lebih mudah lagi melalui musik. Karena itulah, para Sufi, terutama mereka dari aliran Chishti zaman kuno, menganggap musik sebagai sumber meditasi, dengan cara itu mereka mendapatkan keuntungan lebih besar dibandingkan mereka yang bermeditasi tanpa bantuan musik.

Efek yang mereka alami adalah terbukanya jiwa, pintu kemampuan naluriah. Hati mereka terbuka bagi sebuah keindahan yang ada di dalam dan di luar, menyemangati mereka dan sekaligus membawa kesempurnaan yang dirindukan oleh setiap jiwa.

Berbicara tentang harmoni musik, saya harus mengatakan bahwa ia sebenarnya berasal dari harmoni jiwa. Musik sendiri, yang bisa disebut nyata adalah jika ia berasal dari harmoni jiwa, sumber sejatinya. Ketika ia muncul dari sana, maka segala jiwa pasti tertarik padanya.

Setiap jiwa berbeda pilihan hidupnya, pilihan jalan yang harus diikutinya. Ini karena perbedaan. Karena itu, sarana apapun yang dipilih untuk menyatukan berbagai pemikiran manusia yang berbeda, tidak mungkin ada yang lebih baik untuk menyelaraskannya daripada musik. Tidaklah berlebihan bila saya katakana, bahwa musik saja yang bisa menjadi sarana penyatuan jiwa berbagai ras, bangsa dan suku, yang sekarang ini terpecah-belah. Pelajaran musik dalam kehidupan adalah pelajaran yang hebat. Musik tidak diekspresikan melalui bahasa, namun melalui keindahan ritme dan nada yang jauh melampaui bahasa. Semakin sadar pemusik tentang misi hidupnya, semakin besar pengabdian yang bisa ia lakukan bagi perikemanusiaan.

Seperti halnya hukum musik yang ada di berbagai bangsa, begitupun, tentu saja, metode-metodenya. Namun dalam konsepsi keindahan tidak ada perbedaan. Perbedaan muncul ketika musik dibuat oleh manusia. Tidak ada perbedaan dalam musik buatan jiwa. Misalkan seseorang datang dari jauh Timur, Utara, Selatan atau Barat yang paling ujung; kemana pun mereka melihat keindahan alam, ia tidak bisa menahan diri untuk mengakui dan mencintainya. Begitulah pecinta musik. Dari Negara manapun asalnya, dan musik apapun yang ia dengar, bila musik memilih ruh itu di dalam musik, ia akan menghargai dan memuja semua jenis musik.

Terlebih lagi, musik memiliki misi bukan hanya terhadap khalayak ramai, namun terhadap individu. Dan misinya terhadap individu sama penting dan sama berartinya dengan misinya terhadap khalayak ramai. Semua kesulitan di dunia dan segala akibat yang mengerikan muncul dari situ –semuanya muncul dari rendahnya harmoni. Ini menunjukkan bahwa dunia dewasa ini memerlukan keselarasan lebih dari sebelumnya. Jadi bila pemusik memahami hal ini, pelanggannya adalah seluruh dunia.

Ketika seseorang belajar musik, ia tidak perlu selalu belajar menjadi seorang pemusik, atau menjadi suatu sumber kesenangan dan kegembiraan bagi kawan-kawannya. Tidak! Dengan memainkan, mencintai dan mendengarkan musik, ia harus mengembangkan musik di dalam kepribadiannya. Penggunaan musik yang sebenarnya adalah dengan menjadi musikal dalam berpikir, berkata dan berbuat. Seseorang harus mampu memberikan harmoni yang dirindukan oleh jiwa, setiap saat. Segala tragedi di dunia, dalam individu atau orang banyak, berasal dari kurangnya harmoni, dan harmoni paling baik diberikan dengan menghasilkannya dalam kehidupan itu sendiri.

Ada beragam jenis musik, di mana masing-masing memiliki daya tarik terhadap jiwa- jiwa terentu berdasarkan evolusinya. Sebagai contoh, anak-anak di jalan sangat senang ketika mengetuk tempo, karena iramanya memiliki efek tertentu pada mereka. Namun ketika seseorang tumbuh semakin dewasa, ia akan merindukan sebuah harmoni yang lebih halus. Alasan dari mengapa orang saling menyukai atau saling membenci adalah, karena perbedaan evolusi mereka. Sebagai contoh, seseorang berada pada suatu tahap dimana ia menghargai sejenis musik tertentu, sementara yang lain, yang evolusinya lebih besar, menyukai musik yang cocok dengan evolusinya.

Begitu pula halnya dengan agama. Beberapa orang keyakinan tertentu tidak ingin berkembang legih luas. Jadi ada kemungkinan bahwa pecinta musik berusaha untuk mempertahankan jenis musik tertentu dan tidak akan melangkah lebih jauh. Jalan yang benar untuk maju melalui musik adalah dengan berkembang secara bebas, maju tidak peduli apa yang dipikirkan orang lain. Dan cara-cara itu, bersama dengan perkembangan seseorang dalam musik, bisa berguna bagi penyelarasan kehidupan dan jiwa seseorang, lingkungan dan berbagai macam urusannya.

Selama perjalanan ke berbagai penjuru dunia, saya banyak mendengar musik dari bermacam tempat, dan saya selalu merasa bahwa hubungan yang intim dan persaudaraan terdapat dalam musik; saya selalu memberikan penghargaan yang besar terhadap musik dan pengabdi musik. Ada satu hal yang saya percaya dan yakini dari masa ke masa di India, ketika bertemu dengan mereka yang mencapai kesempurnaan tetentu dalam musik, bahwa seseorang bisa merasakan harmoni yang menjadi ujian kesempurnaan yang sebenarnya bukan hanya dalam musik mereka, namun dalam kehidupan mereka.
Bila prinsip musik ini diikuti, tidak diperlukan lagi agama eksternal. Suatu hari musik akan menjadi sarana mengekspresikan agama universal. Waktu diperlukan untuk itu, namun akan muncul suatu hari ketika musik dan filsafatnya akan menjadi agama manusia.


[1] Hazrat Inayat Khan sering menggunakan “seni” dalam konteks terbatas yaitu lukisan, gambar dan patung.
** Kisah ini, bagian dari tradisi kerakyatan India, tidak boleh dipahami sebagai penjelasan etimologis. Bagi Hazrat Inayat Khan bahasa adalah bentuk musik, dan yang menarik baginya adalah menemukan musik yang tersembunyi di dalam kata-kata.
   

No comments:

Post a Comment